Senin, 15 Juni 2009

Saat jadi "Gelandangan" (Sementara)

Hidup Yang "Mejikuhibiniu"

Disaat kita merasakan kenikmatan sehat, serba kecukupan, kadang yang terbesit hanya setitik kesyukuran, bukan sepenuhnya.
Sesekali Allah mencoba grafik kesyukuran kita dengan "permen nano-nano" aneka rasa dariNya. entah rasanya maniiis semanis madu (kata pecinta dangdut), ato rasa pahiiit sepahit empedu (qola korban putus cita dan cinta) atau mungkin rasa aseeem seasem kolam penuh semut berkeringat habis olah raga.

Selayaknya sebuah grafik, kadang naik kadang turun. grafik perlahan naik maka menunjukkan sesuatu yang bernilai "cumlaude", ketika grafik perlahan menurun, ya jangan diturunkan lagi!!

tak jarang kita dicoba dengan sedikit kekurangan uang, sedikit kekurangan pangan, dan ujian halal haram semua yang masuk ditubuh kita. semua itu Allah ingin menguji tingkat grafik keimanan kita "Dan apakah kamu bisa dikatakan beriman, sebelum kami uji?"kata Allah.

menjelang subuh di awal saya kuliah dulu, saya dan Nabila (keponakan umur 5 th) sampai disebuah terminal yang kaya akan sumber daya bau sampah dan kongkalikong calo gosong, Pulo Gadung, Jakarta.

kami berdua turun dari GARUDA MAS sambil membawa tas sarat muatan, masing2 membawa satu.
dalam keadaan masih terhuyung2 (karena bau ngantuk masih ngikut), disetiap langkah rasanya kami tidak lolos dari para pengobral jasa "ilegal" tiket bis,

"Neng!! Merak neeeeng..." kata bapak berperawakan kerempeng

"Mau kemana dek? pedaengan? cakung?" tawar saingan bapak kerempeng

"nggak pak..makasih, kita dijemput" tolakku mencoba dengan bahasa halus

"Ayo neng...keburu cabut tuh bisnya!!"kali ini menggandeng sikecil Nabila

"Maaf paaak...kita nggak ngebis, mau dijemput"tegasku dengan intonasi agak meninggi dan menarik tangan NAbila.

Tiba2 seorang bapak menyambet tasku yang berat. "Bapak bawain neeng...mau kemana neng?"katanya.

"ke pedaengan pak, maaf pak saya bisa bawa tas saya sendiri"jawabku ogah.
"nggak apa neng, bapak udah biasa begini, bapak antar ya pake ojek, di Jakarta rawan penculikan neng!"

"Kita nanti dijemput pak, maaf nggak ngojek"kataku terburu-buru sambil berusaha mengimbangi jalan sang bapak ojek dan merebut tasku kembali.

"ya udah neng...kalo gitu mana?"kata bapak ojek sambil menengadahkan tangan padaku

"maksud bapak apa?"tanyaku bingung

"mana? cepetan ! keburu bis yang lain datang lagi" kata si bapak ojek lagi

"bapak maunya apa sih!" temperamen emosiku ditambah hawa bangun tidur bercampur menjadi satu, dan membuka jalan setan untuk membuatku marah.

"ya fulus lah neeeng...tadi bapak sudah bantu eneng bawa tas kaaan.."kata si bapak

Astaghfirullah...

begitukah jika uang halal itu sudah menjadi sangat mahal?

Senin, 13 April 2009

Sebagai Flash Back Keluarga

Kadang Yang Diremehkan Seorang Ibu....

“Dasar bandel! Dasar anak nakal! Sudah dibilangi kalau minta susu ya diminum, dihabisin. Nggak malah ditumpahkan ke lantai seperti itu! Susu itu mahal!” Seorang ibu uring-uringan memarahi Fifi, anaknya yang baru berusia 3 tahun. Bagaimana ia tidak jengkel, bila lantai yang baru saja dipel kini kotor lagi oleh tumpahan susu si kecil. Si kecil pun diam sambil menatap wajah ibunya yang kecapekan. Sementara seorang ayah memarahi Latif, anaknya yang kelas satu SD, setelah dilapori wali kelasnya bahwa anaknya itu ketahuan mencuri uang temannya. “Kecil-kecil sudah jadi pencuri! Mau jadi apa kamu kalau besar nanti?” Katanya sambil berkacak pinggang.

Memang, mendidik anak memerlukan kesabaran ekstra. Ada kalanya orang tua kehilangan kontrol saat kondisi fisiknya lelah atau emosinya tidak stabil. Kata-kata makian terhadap anak seperti bandel, nakal, badung, dan sebagainya, seringkali meluncur tanpa dapat ditahan. Padahal, makian atau celaan seperti itu akan sangat menjatuhkan harga diri anak dan berakibat buruk bagi perkembangannya.

Mencerca Pribadi Hancurkan Harga DiriDalam masa perkembangannya semenjak lahir, setiap anak belajar menilai segala sesuatu. Begitu juga yang terjadi pada persoalan penilaian diri. Setiap anak akan menilai dan memandang seperti apa keadaan dirinya sendiri sesuai dengan cara pandang orang tuanya terhadap diri si anak.Apabila pribadinya sering dicerca dengan julukan-julukan burukseperti anak nakal, bengal, tak tahu aturan, pencuri, bodoh, pemalas, dan sejenisnya, maka akan terbentuk keyakinan dalam diri anak bahwa memang seperti itulah sebenarnya taraf kepribadiannya. Selanjutnya ia akan merasa wajar jika berbuat nakal, toh ayah ibu menyebutnya ‘anak nakal’.Perkembangan buruk seperti ini bila diteruskan akan sampai pada tahap di mana anak akan selalu berusaha berperilaku sesuai anggapan terhadap kepribadiannya tersebut, sehingga ia akan merasa tak pantas jika berbuat baik, yang notabene menyalahi keyakinannya sebagai anak nakal dan bengal tersebut.Sampai tahap ini perilaku anak bisa jadi sangat membuat orang dewasa terheran-heran, sebab ia sudah tak mempan lagi diberi nasihat dan motivasi untuk mau berbuat baik, kecuali jika perbaikan dimulai dengan mengubah cara pandangnya yang keliru dalam menghargai pribadinya sendiri. Sungguh ini sebuah perbaikan yang sulit untuk dilakukan.Begitulah kenyataannya, bahwa setiap orang membentuk kepribadian sesuai dengan cara pandangnya terhadap dirinya sendiri. Itu sebabnya, akan sangat fatal akibatnya jika dalam masa perkembangan anak diberi contoh untuk menilai dirinya dengan sebutan dan panggilan yang buruk.Anak tetap anak, sekalipun perilakunya buruk. Yang buruk adalah perilakunya, sementara pelakunya tetaplah anak baik. Jika patut dibenci, maka perilakunya yang harus dikutuk, bukan pelakunya. Sang anak sebagai pelaku tetap berhak untuk dicintai, disayangi, dan dihargai.Jika Anak Salah, Tegur PerilakunyaKetika seorang anak berbuat kesalahan, orang tua harus menegur ‘perilaku’ tersebut, tanpa mencela pelakunya. Anak harus mengerti letak kesalahannya. Ia harus mengerti betul bahwa orang tuanya marah, kecewa dan membenci perilaku yang baru saja dilakukannya, bukan marah dan membencinya.Agar anak tahu bahwa orang tuanya tidak menyukai perilakunya, maka sebaiknya orang tua menunjukkan perasaan kecewa, marah dan ketidaksukaannya dengan sejelas-jelasnya. Bisa dengan mimik wajah yang penuh emosi, bisa pula dengan kata-kata yang keras.Kembali pada kedua contoh kasus di awal tulisan ini, untuk Fifi yang menumpahkan susunya, akan lebih baik bila ibu marah dengan menegur perilakunya. “Fifi, sudah ibu bilangi berkali-kali kalau menumpahkan susu itu jelek! Itu perbuatan mubadzir! Susu itu harganya mahal!”Sedangkan untuk kasus Latif, akan lebih baik bila ayah tidak menyebutnya sebagai pencuri. “Latif, kamu kan tahu mencuri itu perbuatan buruk? Dosa! Kenapa kamu melakukannya? Kalau butuh uang, bilang sama ayah, jangan mencuri milik orang lain!”Kedua contoh tersebut sudah dapat menggambarkan dengan jelas apa yang dirasakan oleh ayah dan ibu. Tujuannya agar anak mengerti perasaan orang tua tentang perilaku anak yang buruk itu. Di sisi lain diharapkan dalam diri anak sendiri akan timbul perasaan yang tidak enak menghadapi kemarahan orang tuanya.Cukup Sekali SajaTeguran orang tua cukup dinyatakan sekali saja, anak sudah bisa memahami perasaan orang tuanya. Bila pernyataan ini diulang-ulang justru akan menimbulkan kebosanan, dan anak merasa digurui. Cara mendisiplinkan anak seperti itu tidak efisien.Banyak orang tua yang merasa perlu memberi nasihat panjang lebar terhadap kesalahan anaknya, karena menangkap kesan anak tidak mendengar nasihat yang dikatakan orang tua. Anak-anak itu berbuat seenaknya, tak mendengar omelan orang tua.Tingkah anak itu membuat orang tua jengkel dan merangsangnya untuk semakin memperpanjang dan mengulang-ulang nasihat, semata-mata untuk melampiaskan kejengkelannya.Sekali lagi, sikap orang tua sebenarnya cukup dinyatakan sekali, ditunjang ekspresi wajah tak lebih dari satu menit. Inilah bagian awal dari metode disiplin yang disebut teguran satu menit. Selanjutnya, akan tercipta suasana yang tidak menyenangkan bagi anak. Pada saat ini sebaiknya orang tua diam sejenak agar suasana yang tidak enak ini benar-benar dirasakan anak. Manfaatkan waktu ini untuk menarik nafas panjang, seakan telah usai menyelesaikan tugas berat berupa pengungkapan rasa kecewa atas perilaku anak yang buruk.Selanjutnya, Hargai PelakunyaBagian berikutnya adalah saatnya menggunakan kebenaran lain selain kebenaran pertama yang telah dikatakan terlebih dahulu. Kebenaran kedua ini adalah bahwa diri anak-anak sebagai ‘pelaku’ sebenarnya tetap baik, bahwa orang tua tetap mencintai sepenuh hati, karena mereka pada dasarnya adalah anak-anak yang salih.Bagian kedua ini harus diucapkan orang tua dengan ekspresi wajah penuh kasih sayang dan kelembutan. Bila perlu dengan memeluk dan mencium, agar anak bisa langsung merasakan bahwa bagaimanapun buruknya perilaku mereka, ternyata orang tua tetap mencintainya. Pernyataan ini pun tidak perlu diulang, cukup sekali saja.Misalnya, untuk kasus Fifi, setelah ibu marah dan menegur perilakunya yang buruk, maka sebaiknya ibu membelai kepalanya sambil berkata, “Fifi kan anak salihah, anak pintar. Lain kali jangan menumpahkan susu lagi ya sayang…”Demikian juga untuk kasus Latif. Setelah ayah menunjukkan kemarahannya, alangkah bijaksananya bila kemudian ia memeluk anaknya itu seraya berkata, “Latif kan anak yang salih…Masa’ anak salih mencuri, nanti jadi temannya setan. Lain kali jangan diulangi lagi ya….”Kelebihan Metode IniMetode teguran satu menit mempunyai banyak kelebihan.Pertama, melatih disiplin anak-anak untuk bisa meninggalkan perilaku yang buruk. Dalam setengah menit yang pertama, anak mengerti bahwa tindakannya yang buruk telah membuat orang tuanya kecewa dan marah. Peristiwa itu akan masuk ke alam memorinya, selanjutnya memorinya mencatat mana perilaku baik yang disenangi orang tua, dan mana perilaku buruk yang membuat orang tuanya kecewa dan marah.Selanjutnya, dalam setengah menit kedua, anak segera dapat menemukan kembali citra dirinya yang positif sebagai anak yang baik. Mereka sangat menikmati belai kasih orang tua dalam selang waktu yang singkat ini. Buahnya, mereka menjadi senang dan bagga terhadap dirinya sendiri yang baik seperti kata orang tuanya.Satu hal penting yang tak boleh dilupakan orang tua adalah semakin anak menyenangi dirinya sendiri, semakin besar kemauannya untuk berperilaku lebih baik.Keuntungan kedua, metode ini bisa digunakan sebagai alat komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak. Banyak orang tua mengeluh karena tak bisa memahami jalan pikiran anaknya. Banyak yang tak mengenal anaknya sendiri karena kemacetan komunikasi. Anak tak pernah mau menyampaikan permasalahan yang ia hadapi kepada orang tua. Dengan bantuan metode ini, sedikit demi sedikit mulai berkembang iklim keterbukaan antara orang tua dengan anak. Komunikasi pun menjadi lancar, akrab dan harmonis. Hal ini bisa terjadi karena keberanian orang tua menunjukkan perasaan terhadap anak tanpa mencerca. Dalam setengah menit pertama menyalahkan habis-habisan perilaku anak yang buruk. Tetapi setelah itu menyatakan bahwa diri pribadi anak selalu tetap baik dan dicintai orang tua.Memang dalam praktiknya metode ini agak sulit dilakukan, karena orang tua seolah-olah harus ‘bersandiwara’. Setelah marah-marah harus mengungkapkan rasa sayang. Yang pasti, walaupun sulit, tetapi demi perkembangan jiwa anak, tentu metode ini layak untuk dibiasakan. (Oel)Sumber: Mendidik dengan Cinta. Irawati Istadi

Jumat, 03 April 2009

Assembly

04 Agustus 2008

Beberapa Kenangan yang terserak

Waktu itu di sekolah kami ada acara assembly, semacam acara pentas seni akhir semester. Beberapa pentas ditampilkan, ada nyanyi, Tari, drama, Pidato hingga Whusyu.

Anak-anak sangat antusias sekali mengikuti kegiatan Assembly. Satu, dua pentas telah ditampilkan. Akhirnya menginjak acara ke -6 yaitu Pentas Tari Zapen (tarian khas aceh).

Tari Zapen ini dimainkan oleh dua anak didik kami di SD Alam Ar Rohmah, namanya Afif dan Zaki. MC sudah dari tadi menjerit memanggil nama mereka, mas Afif dan Mas zaki (sebutan untuk anak didik kami jika wanita dipanggil "mbak" dan Laki2 dipanggil "Mas") sudah siap naik panggung.
Saya sebagai operator music sudah siap dari tadi, saya on kan music Allahunya Raihan, dan nyala!!!

semua hadirin sudah tidak sabar ingin melihat tampilan mereka berdua. tapi ada sesuatu yang terjadi, mereka diam berdiri di mulut panggung!!!!
instruktur penaripun akhirnya memberi contoh gerakan2nya di belakang para hadirin, supaya mereka bisa meniru, karena kami pikir mereka mungkin lupa dengan gerakan2 tarinya.

"Mas Zaki ayooooo....Nari mas!!! musiknya sudah jalan..." seruku gemas.
para hadirin dan para wali yang kebetulan mengikuti acara juga harap-harap cemas menunggu aksi mereka, sambil ketawa-ketiwi.
Akhirnya karna menunggu dalam ketidak pastian, salah satu ustadzah berinisiatif memberi semangat kepada mereka berdua.

"Mas Afif...Mas Zaki..Ayo kalian BISA!!!"
Mas Zaki memandang kami dengan wajah merah padam seperti kepiting rebus dan mengatakan: "Ustadzaaaaaah.....aku pengen PIPIS!!!"

Grrrr....semua hadirin tertawa terpingkal-pingkal
Assembly

04 Agustus 2008

Waktu itu di sekolah kami ada acara Assembly. yang dimaksud Assembly adalah pentas akhir semester yang notabenenya melatih keberanian, kepercayaan diri anak. Beberapa pentas di tampilkan, ada nyanyi, tari, drama, pidato bahkan wusyu.

Anak-anak sangat antusias mengikuti acara assembly, satu...dua...pentas ditampilkan. Akhirnya menginjak acara ke - 6 yaitu Tari Zapen (tarian khas Aceh) Tari zapen ini ditampilkan oleh anak didik kami bernama Afif dan Zaki.

Sang MC sudah kehausan dari tadi memanggil kedua anak itu, akhirnya setelah beberapa kali dipanggil merekapun menuju panggung yang sudah disiapkan. Saya sebagai operator nasyidnya sudah stand by dari tadi, saya On-kan nasyid allahunya Raihan.

Suara Nasyid sudah meraung-raung di segala penjuru ruangan, tapi ke -2 anak itu belum juga mau menari, mereka masih diam di mulut panggung. instruktur penaripun akhirnya memberi contoh gerakan-gerakannya di belakang para hadirin

Kamis, 02 April 2009

Siluet Mendidik Dengan Hati

Fiki.....Oh...Fiki

Dipenghujung bulan Juli 2008


Fiki namanya. Dia berperawakan tambun dengan bentuk face yang bulat, kulitnya agak kehitaman, mulutnya tipis dan lidahnya kecil, jadi ketika ngomong agak tidak terlallu sesuai dengan kosakata sebenarnya.

Dia salah satu siswa SD Alam Ar Rohmah kelas IA. kurang lebih 2 minggu ini dia masuk sekolah. Masa-masa paling menyenangkan bagi anak adalah bermain, sama halnya denagn si Fiki. Tiada waktu tanpa bermain, seakan bermain adalah satu-satunya teman sejatinya.

Dia sangat jarang atau bahkan tidak pernah ikut KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di kelas, karena ia lebih suka mencari ikan-ikan kecil di kolam bermain lumpur ditaman atau mencari kodok bin katak untuk dibuat mainan daripada belajar di kelas.

Aku adalah salah satu ustadzahnya di Sekolah Alam Ar Rohmah ikut "Berpikir agak keras" bagaiman membuat Fiki mau belajar di kelas bersama teman-temannya. Di sekolah kami memang tidak memaksa siswanya untuk duduk manis membawa buku dan pensil menunggu guru, tetapi bagaimana anak bisa belajar sambir bermain dan bermain sambil belajar, sebuah nilai plus dalam dunia pendidikan.

Oke, ada sebuah cerita pengalamanku bersama si Fiki. Waktu itu anak-anak sedang asyik berwudhu di samping masjid tepat disamping tempat itu ada kolam buatan yang memang dikhususkan untuk taman, si Fiki menjerit-jerit memanggilku memberi tahu bahwa di kolam ada ikan besar dan banyaaak sekali.

Aku bergegas menghampirinya "Ada apa mas Fiki?" tanyaku dengan intonasi yang kubuat-buat seolah terkejut.
"Ada ikan buuuuesar ustadzah....banyak banget!!!" jawab ia bersemangat
"oh ya..."jawabku
"itu....itu....ustadzah ikannya...."tunjuk Fiki bersemangat memberi tahuku
"Subhanallah mas Fiki...itu ikannya sedang berdzikir mas...ikannya bilang Lailaha illallah" jelasku. spontan ia terdiam, agak lama ia diam mungkin sedang mencerna kalimatku barusan.
"ustadzah....itu ikannya lagi membaca bismillah, biar nggak ditangkap sama orang besar!!!!"
jelasnya. aku manggut-manggut saja, aku berpikir siapa orang besar itu????
"Oya!!!! siapa orang besar itu mas???"
kontan ia menjawab "Aku......". gubraks!!!!

Rabu, 01 April 2009

BERBAGI....

Sepasang kakek nenek